JAKARTA (voa-islam.com) - Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa melarang praktik khitan perempuan. PBB pun meminta negara-negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia, untuk menghentikan praktik yang disebut mengancam sekitar tiga juta gadis setiap tahunnya.
Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan sekitar 140 juta gadis disunat.
Praktik sunat perempuan lazim ditemui di negara-negara Afrika, Timur
Tengah, dan Asia, dan dilakukan karena alasan budaya, religi, maupun
sosial.
Majelis
Ulama Indonesia (MUI) sudah sejak tahun 2008 mengeluarkan fatwa tentang
sunat perempuan. Dikutip dari situs MUI, sunat perempuan dibahas MUI
setelah mendapat pertanyaan dari Kementerian Negara Pemberdayaan
Perempuan mengenai persoalan itu, disertai data penyimpangan pelaksanaan
khitan perempuan di berbagai negara.
Kementerian
Kesehatan RI bahkan telah mengeluarkan Surat Edaran tentang Larangan
Medikalisasi Khitan Perempuan bagi Petugas Kesehatan. Ini karena beragam
tata cara pelaksanaaan sunat perempuan tak jarang berpotensi
membahayakan perempuan itu sendiri.
Untuk
itu MUI mengklarifikasi soal sunat perempuan itu dengan mengeluarkan
Fatwa MUI Nomor 9A Tahun 2008 tertanggal 7 Mei 2008 yang berbunyi:
- Khitan bagi laki-laki maupun perempuan termasuk fitrah (aturan) dan syiar Islam.
- Khitan terhadap perempuan adalah makrumah (ibadah yang dianjurkan).
Dalam
fatwa itu, MUI juga mengatakan bahwa pelarangan khitan terhadap
perempuan adalah bertentangan dengan ketentuan syariah, karena khitan
baik bagi laki-laki maupun perempuan termasuk fitrah dan syiar Islam.
Namun, masih menurut fatwa itu, ada batasan dan tata cara khitan perempuan, yaitu:
- Khitan perempuan cukup hanya menghilangkan selaput yang menutupi klitoris.
- Khitan perempuan tidak boleh dilakukan secara berlebihan, seperti memotong atau melukai klitoris (insisi dan eksisi) yang mengakibatkan bahaya dan merugikan.
Sementara
itu, menanggapi pelarangan PBB terkait sunat terhadap wanita, Ketua
Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Fatwa, Ma'ruf Amin, mengatakan
khitan pada alat kelamin perempuan diperbolehkan. "Kalau fatwa kita kan
memperbolehkan, bahkan ada yang mewajibkan dan ada yang mensunnahkan,"
kata Ma'ruf kepada VIVAnews, Jumat, 21 Desember 2012.
Khitan ,
kata Ma'ruf, diperbolehkan asal tidak berlebihan. Maksud dari
berlebihan adalah memotong clitoral hood (kulit pembungkus klitoris)
yang terlalu banyak. Departemen Kesehatan Indonesia juga sudah
mengeluarkan kebijakan mengenai khitan. "Mungkin PBB melarang khitan
dari segi yang berlebihan seperti itu, barangkali," ujarnya.
Ma'ruf
menambahkan, khitan mempunyai banyak manfaat, di antaranya untuk
menyeimbangkan syahwat perempuan. "Menurut para ulama, kalau dia tidak
dikhitan, syahwatnya terlalu besar. Kalau khitannya kebanyakan, itu
menjadi rendah syahwatnya. Maka dari itu, khitannya sedikit saja untuk
membuka selaput saja," jelas Ma'ruf.
Ma'ruf
justru mempertanyakan mengapa Perserikatan Bangsa Bangsa sampai
mengurusi masalah khitan. "Ada apa PBB mengurusi khitan segala? Korban
seperti apa diakibatkan dari khitan seperti yang dimaksud oleh PBB,"
tanya Ma'ruf. [Widad/viva]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar