(Arrahmah.com) - Gemerlap
lampu dan kemeriahan yang menghiasi Buderan Hotel Indonesia pada pesta
perayaan akhir tahun lalu kini disambut dengan kubangan coklat dan duka
di awal tahun 2013 ini. Betapa dahsyatnya kubangan yang akrab dengan
sapaan banjir itu hingga melumpuhkan Ibu kota bahkan sampai ke istana
negara.
Banjir di Jakarta sudah menjadi tamu tahunan, yang notabene
kehadirannya tidak disukai oleh seluruh masyarakat terutama yang menjadi
korban. Kehadirannya yang diawali dengan curah hujan yang kian tinggi
sukses membuat masyarakat dan pemerintah seperti kuda dalam pacuan,
seketika bergerak siaga mengatasi banjir yang sudah dipelupuk mata.
Entah kata apa lagi yang pantas disandingkan kalau memang sikap tersebut
'terlambat sudah'. Ini bukan permasalahan kemarin sore, terus terjadi
dan betapa amat disayangkan ketika 'sejarah' yang berulang ini tidak
membuat seluruh masyarakat khususnya pemerintah berinstropeksi.
Menurut Yahya Abdurrahman (Ketua DPP Lajnah Siyasiyah Hizbut Tahrir
Indonesia) , "persoalan ini harus diselesaikan dengan kemauan yang kuat.
Perlu dikritisi kenapa penanganan banjir ini begitu lambat dikarenakan
kurangnya kemauan dari pemerintah dan kendala persoalan sistemik.
Kemauan politik yang tidak ada, serta lebih didominasinya kepentingan
politik, kelompok dan individu yang akhirnya kepentingan rakyat menjadi
terbengkalai." (mediaumat.com, (26/12).
Amien Widodo, Pakar Geologi dan Kebencanaan dari Institut Teknologi
Sepuluh November (ITS) Surabaya mengatakan, "banjir yang melanda Jakarta
selain karena tingginya curah hujan juga akibat perilaku buruk
masyarakat. Setidaknya ada tiga kebiasaan buruk masyarakat yang
menyebabkan banjir di Jakarta. Pertama, karena tidak adanya kawasan
resapan. Kawasan resapan di puncak itu habis dipenuhi gedung. Kedua
adalah, banyaknya masyarakat yang bermukim di bantaran Sungai. Dan
perilaku ketiga adalah kebiasaan membuang sampah sembarangan. Jadi
kawasan resapan ditutup, dan perilaku penduduk tepi sungai menyempitkan
sungai dan membuang sampah ya jadilah banjir. Karenanya, kejadian
seperti di Jakarta menjadi pembelajaran bagi semua untuk lebih baik lagi
dalam menjaga lingkungan." (suarasurabaya.net, (21/01)
Ketika kita berkaca pada sejarah kekhilafahan Islamiyyah telah
menunjukkan betapa syariat Islam sanggup menciptakan pemerintah yang
peduli pada masyarakat dan menjaga lingkungan mereka. Misalnya di
Provinsi Khuzestan, daerah Iran selatan misalnya masih berdiri dengan
kokoh bendungan-bendungan yang dibangun untuk kepentingan irigasi dan
pencegahan banjir.
Bendungan-bendungan tersebut di antaranya adalah bendungan Shadravan,
Kanal Darian, Bendungan Jareh, Kanal Gargar, dan Bendungan Mizan. Di
dekat Kota Madinah Munawarah, terdapat bendungan yang bernama Qusaybah
bendungan ini memiliki kedalaman 30 meter dan panjang 205 meter
bendungan ini dibangun untuk mengatasi banjir di Kota Madinah. Di masa
kekhilafahan 'Abbasiyyah, dibangun beberapa bendungan di Kota Baghdad,
Irak, bendungan-bendungan itu terletak di sungai Tigris.Pada abad ke 13
Masehi di Iran dibangun bendungan Kebar yang hingga kini masih bisa
disaksikan.
Sebagai seorang muslim, kita seharusnya menyadari bahawa banjir yang
terjadi saat ini ataupun segala musibah seperti gempa bumi, tsunami,
angin ribut, kemarau dsb, memang merupakan peristiwa alam 'biasa' yang
sering melanda umat manusia. Musibah seperti ini sebahagiannya merupakan
suatu fenomena alam yang telah menjadi qadhâ' (ketentuan), ujian bahkan
peringatan dari Allah.
Modal kesabaran adalah sikap terbaik dalam menghadapi ketentuan dan
ujian dari Allah. Inilah nikmatnya menjadi sorang muslim, jika masalah
datang ia bersabar mendapat pahala, ketika bahagia ia bersyukur
mendapatkan pahala. Namun, barangsiapa marah maka diapun berhak
mendapatkan (dosa) kemarahannya. Sebagaimana kita bisa menjadikan pola
pikir dan pola sikap kita sesuai ajaran Islam dalam menjalankan
kehidupan, insyAllah...Ridho Allah bersama kita. Allah juga tak luput
menghadirkan peringatan dalam setiap musibah, sebagai bekal
instropeksi manusia yang senantiasa gemar melakukan kerusakan di muka
bumi ini.
Allah SWT berfirman:
"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut akibat perbuatan
tangan manusia,supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari
akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)"
[Surah ar-Rum (30): 41].
Seluruh 'musibah' di atas sepatutnya menginsafkan dan menyadarkan
kita, bahwa telah tiba saatnya untuk kita bertaubat kepada Allah SWT.
Sebab, sebahagian besar musibah yang menimpa kita adalah akibat
kurangnya kita menta'ati Allah swt dan bahkan mencampakkan syariat-NYA.
Wahai kaum muslim!
Bersegeralah kita bertaubat dengan menerapkan segala perintah dan
larangan Allah swt dan berusaha bersama-sama menerapkan kembali
syari'at-Nya dengan menegakkan kembali sistem Khilafah Islamiyah yang
akan membawa manusia pada keberkahan hidup. Dengan mengubah pola pikir
dan sistem sekarang menuju Islam maka persoalan ini tidak akan terjadi
berlarut-larut seperti tanpa jalan keluar. Wallâh a'lam bi ash-shawâb.
"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan
bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari
langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka
Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya."
(Qs. Al-A'raf: 96)
Oleh: Ully Armia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar