Shodiq Ramadhan
Redaktur Suara Islam Online
Gempa bumi berskala besar kembali melanda wilayah Aceh, Sumatera Utara,
hingga ke bagian Selatan Thailand. Meski tidak menimbulkan tsunami
seperti tahun 2004 lalu, gempa berkekuatan 8,5 skala richter itu
dikabarkan telah menelan korban 10 orang meninggal. Demikian berdasarkan
rilis yang dikeluarkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
hingga Jumat (13/4/2012). Selain korban meninggal, juga tercatat 4 orang
luka berat dan 8 orang luka ringan.
Seperti yang sudah-sudah, musibah gempa yang terjadi tidak juga
dijadikan sebagai sarana untuk introspeksi diri (muhasabah) dan
bertaubat kepada Allah Swt. Banyak kalangan malah sibuk dengan
analisa-analisa ilmiah di balik peristiwa gempa. Bahkan staf khusus
presiden bidang bantuan sosial dan bencana, Andi Arif, dalam wawancara
dengan sebuah stasiun televisi swasta nasional malah mencoba
mencari-cari fakta sejarah yang mengungkapkan memang wilayah nusantara
ini, termasuk Sumatera, rawan terhadap gempa.
SBY, sebagai atasan Andi Arif, tak jauh berbeda. Sesaat setelah terjadi
gempa di Aceh menggelar konferensi pers. "Situasi sekarang sudah under controlled," kata SBY memberikan keterangan pers, di Jakarta, Rabu (11/4). Menurutnya, sejauh ini tidak ada laporan adanya korban jiwa.
SBY juga mengatakan, belum ada laporan tentang kerusakan bangunan. Meski
demikian gempa itu memang menimbulkan kepanikan. "Alhamdulillah,
sementara tidak ada laporan korban jiwa dan tidak adanya kerusakan parah
di Banda Aceh. Sempat terjadi kepanikan," ujarnya.
Tak ada pernyataan himbauan agar masyarakat menjauhi maksiat dan
bertaubat kepada Allah Swt, sebagaimana Amirul Mukminin Umar bin Khattab
berpidato saat Madinah dilanda gempa. Saat itu Khalifah Umar
mengatakan, "Wahai bumi adakah aku berbuat tidak adil?" lalu berkata
lantang, "Wahai penduduk Madinah, adakah kalian berbuat maksiat?
Tinggalkan perbuatan itu, atau aku akan meninggalkan kalian!".
Maksiat Sebab Bencana
Untuk mengetahui adakah hubungan antara bencana, apakah gempa bumi,
banjir, tsunami, kelaparan, krisis pangan, kemarau berkepanjangan,
tenggelamnya kapal, jatuhnya pesawat, dan sebagainya, saya ingin
mengetengahkan kepada pembaca dua ayat dallam Al-Qur’an yang difirmankan
Allah Swt dalam dua surat yang berbeda. Surat Ar-Ruum ayat 41 dan surat
As-Syuura ayat 30.
Allah Swt berfirman dalam QS Ar-Ruum: 41, “Telah nampak kerusakan
di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya
Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka,
agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Untuk memahami ayat itu, Ustadz Muhammad Ali Ash-Shabuni dalam kitab tafsirnya, Shafwatut Tafasir, menjelaskan sebagai berikut:
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, tampaklah
musibah dan petaka di darat dan lautan karena perbuatan maksiat dan
dosa umat manusia. Al-Baidhawi berkata: Yang dimaksudkan kerusakan
adalah paceklik, banyak kebakaran, tenggelam, sirnanya berkah dan
banyaknya kerugian karena maksiat manusia. Ibnu Katsir berkata, jelaslah
bahwa kerusakan pada tanaman dan buha-buahan adalah akibat kemaksiatan
manusia, sebab baiknya bumi dan langit adalah berkat ketaatan.
supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka,
hal itu agar Allah membuat mereka merasakan sebagian akibat dari
perbuatan mereka di dunia sebelum menghukum mereka semuanya dengan hal
itu di akhirat.
agar mereka kembali (ke jalan yang benar), agar mereka bertaubat dan meninggalkan maksiat serta dosa yang ada pada mereka.
Sedangkan dalam QS Asy-Syuura ayat 30, Allah Swt berfirman: “Dan apa
saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan
tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar.”
Terhadap ayat ini, Ash-Shabuni menjelaskan: Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri,
apa yang menimpa kalian wahai umat manusia berupa musibah jiwa atau
harta adalah karena maksiat yang kalian lakukan. Imam Jalalain berkata,
Allah menyebutkan ‘tangan’ sebab kebanyakan perbuatan dilakukan oleh
tangan.
dan Allah memaafkan sebagian besar. Maksudanya adalah Allah
memaafkan sebagian besar dosa, sehingga tidak menyiksa mereka karena
dosa-dosa itu. Seandainya Allah menyiksa kalian karena apa yang kalian
lakukan, tentu kalian binasa. Dalam hadits disebutkan, “Anak Adam
tidak tertimpa cakaran kayu atau terpelesetnya telapak kaki maupun
bergetarnya otot, kecuali karena dosa. Dan apa yang dimaafkan Allah
Adalah lebih banyak." (Ibn Katsir menyatakan hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dari Hasan sebagai hadits mursal).
Dari dua ayat ini secara jelas dan gamblang dapat dipahami bahwa
terjadinya musibah adalah karena kemaksiatan yang dilakukan oleh umat
manusia.
Pemahaman Sahabat terhadap Musibah
Lantas, bagaimana pemahaman sahabat terhadap bencana?. Apakah mereka
juga memahami bencana sebagai buah dari kemaksiatan atau seperti yang
banyak dipahami kebanyakan orang pada zaman sekarang bahwa bencana
hanyalah fenomena alam?.
Umar bin Khattab sebagaimana yang disebutkan di awal, jelas menyatakan
bahwa bencana (gempa) adalah akibat kemaksiatan yang dilakukan penduduk
Madinah. Sahabat Ka’ab bin Malik mempunyai pendapat yang mirip dengan
Umar bin Khattab. “Tidaklah bumi bergoncang kecuali karena ada
maksiat-maksiat yang dilakukan di atasnya. Bumi gemetar karena takut
Rab-nya azza wajalla melihatnya”, kata Kaab.
Ka’ab menyebut bahwa goncangan bumi adalah bentuk gemetarannya bumi
karena takut kepada Allah yang Maha Melihat kemaksiatan dilakukan di
atas bumi-Nya.
Bagaimana dengan pendapat ummul mukminin Aisyah ra?.
Suatu saat Anas bin Malik bersama seseorang lainnya mendatangi Aisyah.
Orang yang bersama Anas itu bertanya kepada Aisyah: Wahai Ummul Mukminin
jelaskan kepadaku tentang gempa. Aisyah menjelaskan, “Jika mereka telah
menghalalkan zina, meminum khamar dan memainkan musik. Allah azza
wajalla murka di langit-Nya dan berfirman kepada bumi: "goncanglah
mereka. Jika mereka taubat dan meninggalkan (dosa), atau jika tidak, Dia
akan menghancurkan mereka.
Orang itu bertanya kembali: Wahai Ummul Mukminin, apakah itu adzab bagi
mereka?. Aisyah menjawab, “Nasehat dan rahmat bagi mukminin. Adzab dan
kemurkaan bagi kafirin.” Anas berkata: Tidak ada perkataan setelah
perkataan Rasul yang paling mendatangkan kegembiraan bagiku melainkan
perkataan ini.
Sangat jelas penjelasan Ummul Mukminin Aisyah tentang penyebab
terjadinya gempa. Tiga kemaksiatan yang semuanya marak pada saat ini.
Khusus untuk dosa yang pertama, Aisyah menggunakan kata istabahu yang
artinya masyarakat telah menganggap zina itu mubah [lazim]. Zina tidak
hanya dilakukan, tetapi telah dianggap mubah. Dari ucapan, tindakan,
kebijakan sebuah masyarakat boleh dibaca bahwa mereka yang telah
meremehkan dosa zina, memang layak dihukum dengan gempa.
Soal khamar (minuman keras), di negeri ini minuman haram, najis dan
perbuatan syetan itu malah dilegalisasi dengan Keppres No. 3/1997.
Akibatnya, minuman keras dengan kadar alkohol dibawah 5% kini bebas
beredar di swalayan-swalayan kecil di pinggir jalan seperti di Alfamaret
dan Indomaret. Anehnya, beberapa daerah yang memberlakukan Perda Anti
Miras yang melarang peredaran Miras secara keseluruhan malah dianggap
bertentangan dengan Keppres tersebut dan diminta oleh Kemendagri agar
dicabut.
Soal musik. Industri musik di tanah air terus menggurita. Bukan hanya
dari dalam negeri, musik-musik luar negeri juga membanjiri masyarakat.
Konser-konser diselenggarakan. Bahkan dalam waktu dekat ini, akan
diundang datang ke Indonesia seorang penyanyi ikon pornografi di AS
sekaligus penyembah syetan, Lady Gaga. Demikian pula dengan serbuan boy
band-boy band dari Korea yang seolah mampu menghipnotis sebagian besar
putra-putri kaum muslimin. Pertunjukan mereka amatlah diminati. Bahkan
penjualan tiket untuk konser mereka telah ludes beberapa bulan sebelum
konser digelar. Padahal harga tiketnya juga tidak murah.
Ya, inilah semua kemaksiatan yang terjadi di negeri ini sebagaimana
dikatakan ummul mukminin Aisyah ra. Belum lagi kemaksiatan yang lebih
besar dari itu. Riba yang dilakukan oleh negara karena membayar cicilan
bunga utang dalam jumlah ratusan triliyun, korupsi para penyelenggara
negara hingga rencana menaikkan harga BBM. Semua itu adalah bentuk
kemaksiatan dan kezhaliman yang dilakukan oleh pemerintah yang mampu
mengundang bencana.
Pantaslah kalau Allah Swt terus menerus memberikan musibah kepada bangsa
ini. Karena ternyata satu musibah saja tidak cukup membuat bangsa ini
sadar dan bertaubat kepada-Nya. Selama kemaksiatan terus merajalela di
permukaan bumi Indonesia, selama itu pula negeri ini akan terus
dirundung musibah. Maka segeralah bertaubat.
Apa yang Harus Dilakukan?
Imam Ibnul Qoyyim dalam kitab Al-Jawab Al-Kafy mengungkapkan,
"Dan terkadang Allah menggetarkan bumi dengan guncangan yang dahsyat,
menimbulkan rasa takut, khusyuk, rasa ingin kembali dan tunduk kepada
Allah, serta meninggalkan kemaksiatan dan penyesalan atas kekeliruan
manusia. Di kalangan Salaf, jika terjadi gempa bumi mereka berkata,
'Sesungguhnya Tuhan sedang menegur kalian'.''
Khalifah Umar bin Abdul Aziz tak tinggal diam saat terjadi gempa bumi
pada masa kepemimpinannya. Ia segera mengirim surat kepada seluruh wali
negeri. Inilah isi surat Khalifah Umar bin Abdul Azis setelah terjadi
bencana: Amma ba'du, sesungguhnya gempa ini adalah teguran
Allah kepada hamba-hamba-Nya, dan saya telah memerintahkan kepada
seluruh negeri untuk keluar pada hari tertentu, maka barangsiapa yang
memiliki harta hendaklah bersedekah dengannya."
"Allah berfirman, 'Sungguh beruntunglah orang yang membersihkan diri
(dengan tobat ataupun zakat). Lalu, dia mengingat nama Tuhannya, lalu
ia sembahyang." (QS Al-A'laa [87]: 14-15). Lalu katakanlah apa yang diucapkan Adam AS (saat terusir dari surga), 'Ya
Rabb kami, sesungguhnya kami menzalimi diri kami dan jika Engkau tak
jua ampuni dan menyayangi kami, niscaya kami menjadi orang-orang yang
merugi."
"Dan katakan (pula) apa yang dikatakan Nuh AS, 'Jika Engkau tak mengampuniku dan merahmatiku, aku sungguh orang yang merugi'. Dan katakanlah doa Yunus AS, 'La ilaha illa anta, Subhanaka, Tiada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim'."
Jika saja kedua Umar (Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Azis) saat ini
bersama kita, mereka tentu akan marah dan menegur dengan keras, karena
rentetan "peringatan" Allah itu tidak kita hiraukan bahkan cenderung
diabaikan. Maka, sebelum Allah menegur kita lebih keras lagi, inilah
saatnya kita menjawab peringatannya-Nya. Labbaika Ya Allah, kami kembali kepada-Mu. Insya Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar