Bergaul
dan memiliki banyak teman adalah fitrah setiap manusia, tak terkecuali
bagi para muslimah. Allah SWT pun menyampaikan hal ini dalam firman-Nya,
“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sungguh Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.” (QS. Al Hujurat:13)
Pergaulan dalam Islam
Dalam Islam, adab bergaul sangat diperhatikan. Betapa pentingnya adab dalam begaul, hingga Allah SWT mengutus Rasulullah saw untuk memberikan teladan dalam bergaul dengan sesama manusia.
Dari Aisyah ra. ketika ditanya akhlaq Nabi saw, beliau menjawab, “Akhlaq beliau (Nabi saw) adalah Al Qur’an.” Kemudian Aisyah ra. membacakan ayat yang artinya, “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al Qalam:4)
Rasulullah saw bersabda,
“Bertaqwalah kalian kepada Allah di mana pun kamu berada, ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik niscaya akan menghapuskannya, dan pergaulilah manusia dengan akhlaq yang baik.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Al-Hakim)
Hubungan yang terjadi antara seseorang dengan seorang yang lain tidak hanya berdasarkan nasab, tapi juga berdasarkan ikatan lain. Akan tetapi, di antara banyak ragam ikatan dalam hubungan antar manusia, yang paling mulia dan tinggi nilainya adalah ikatan berdasarkan aqidah. Kekuatan ikatan aqidah melebihi ikatan yang terjalin berdasarkan hubungan darah.
Allah SWT berfirman,
“Dan Dia (Allah) yang mempersatukan hati mereka (orang yang beriman). Walaupun kamu menginfak-kan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka. Sungguh, Dia Mahaperkasa Mahabijaksana.” (QS. Al-Anfal:63)
Hubungan yang terjadi atas kesatuan aqidah merupakan karunia terbaik dari Allah SWT yang harus senantiasa dijaga. Dengan ikatan ini, interaksi yang terjalin karena alasan lainnya dapat dihilangkan. Tidak ada lagi fanatisme kesukuan atau golongan yang merendahkan orang lain di luar kelompoknya. Hubungan ‘untung-rugi’ dengan latar belakang ekonomi tak lagi diperhitungkan. Permusuhan dan kebencian karena perbedaan dapat dimusnahkan lalu berganti dengan keikhlasan karena Allah SWT. Bukankah ini adalah nikmat yang luar biasa.
Bergaul yang Membawa ke Surga
Niat yang Lurus
Niat kita dalam bergaul pun mutlak harus diperhatikan. Karena jelas, hal itu akan menentukan berjalannya sebuah pertemanan antara seseorang dengan orang lain.
Berkenaan dengan niat, Rasulullah saw bersabda,
“Sesungguhnya amal perbuatan tergantung pada niat, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan sesuai apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari-Muslim)
Merujuk pada hadits di atas, dalam berteman hendaknya kita berniat semata-mata karena Allah. Yaitu, menjadikan kawan sebagai penolong dalam urusan dunia maupun akhirat. Dan tentu saja juga sebagai pendukung dalam menaati hukum-hukum Allah agar selamat di dunia dan di akhirat.
“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sungguh Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.” (QS. Al Hujurat:13)
Pergaulan dalam Islam
Dalam Islam, adab bergaul sangat diperhatikan. Betapa pentingnya adab dalam begaul, hingga Allah SWT mengutus Rasulullah saw untuk memberikan teladan dalam bergaul dengan sesama manusia.
Dari Aisyah ra. ketika ditanya akhlaq Nabi saw, beliau menjawab, “Akhlaq beliau (Nabi saw) adalah Al Qur’an.” Kemudian Aisyah ra. membacakan ayat yang artinya, “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al Qalam:4)
Rasulullah saw bersabda,
“Bertaqwalah kalian kepada Allah di mana pun kamu berada, ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik niscaya akan menghapuskannya, dan pergaulilah manusia dengan akhlaq yang baik.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Al-Hakim)
Hubungan yang terjadi antara seseorang dengan seorang yang lain tidak hanya berdasarkan nasab, tapi juga berdasarkan ikatan lain. Akan tetapi, di antara banyak ragam ikatan dalam hubungan antar manusia, yang paling mulia dan tinggi nilainya adalah ikatan berdasarkan aqidah. Kekuatan ikatan aqidah melebihi ikatan yang terjalin berdasarkan hubungan darah.
Allah SWT berfirman,
“Dan Dia (Allah) yang mempersatukan hati mereka (orang yang beriman). Walaupun kamu menginfak-kan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka. Sungguh, Dia Mahaperkasa Mahabijaksana.” (QS. Al-Anfal:63)
Hubungan yang terjadi atas kesatuan aqidah merupakan karunia terbaik dari Allah SWT yang harus senantiasa dijaga. Dengan ikatan ini, interaksi yang terjalin karena alasan lainnya dapat dihilangkan. Tidak ada lagi fanatisme kesukuan atau golongan yang merendahkan orang lain di luar kelompoknya. Hubungan ‘untung-rugi’ dengan latar belakang ekonomi tak lagi diperhitungkan. Permusuhan dan kebencian karena perbedaan dapat dimusnahkan lalu berganti dengan keikhlasan karena Allah SWT. Bukankah ini adalah nikmat yang luar biasa.
Bergaul yang Membawa ke Surga
Niat yang Lurus
Niat kita dalam bergaul pun mutlak harus diperhatikan. Karena jelas, hal itu akan menentukan berjalannya sebuah pertemanan antara seseorang dengan orang lain.
Berkenaan dengan niat, Rasulullah saw bersabda,
“Sesungguhnya amal perbuatan tergantung pada niat, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan sesuai apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari-Muslim)
Merujuk pada hadits di atas, dalam berteman hendaknya kita berniat semata-mata karena Allah. Yaitu, menjadikan kawan sebagai penolong dalam urusan dunia maupun akhirat. Dan tentu saja juga sebagai pendukung dalam menaati hukum-hukum Allah agar selamat di dunia dan di akhirat.
Dengan niat yang lurus ini, semoga Allah membimbing kita pada sahabat yang senantiasa membawa kebaikan dunia dan akhirat.
Pilih-pilih Teman
Pilih-pilih teman biasanya diidentikan dengan kesombongan. Maunya berteman dengan si anu, dan tidak mau dekat-dekat dengan si anu.
Benar, jika dalam urusan pilih-pilih teman ini kita sandarkan pada urusan dunia yang sifatnya materialistis. Misalnya, apakah kita berteman dengan seseorang karena dia kaya, cantik, punya status sosial yang tinggi, dan lain sebagainya. Tentu saja bukan karena hal-hal demikian kita diharuskan dalam memilih teman.
Islam menganjurkan agar kita hati-hati dalam memilih teman dengan tujuan agar kita tidak berteman melainkan dengan orang-orang mukmin yang shalih dan taat beragama. Sebab, tak dapat dipungkiri, teman cepat atau lambat akan memberikan pengaruh terhadap diri kita. Tabiat dan watak seseorang dapat terbentuk melalui pergaulan dan interaksi dengan lingkungan sekitar.
Rasulullah saw bersabda,
“Sesungguhnya perumpamaan teman baik dengan teman buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan pandai besi. Adapun penjual minyak wangi maka dia akan menghadiahkannya kepadamu atau kamu membeli darinya atau kamu akan mendapat aroma wanginya. Adapun pandai besi maka boleh jadi ia akan membakar tubuhmu atau pakaianmu atau engkau akan mencium bau busuk darinya.” (HR. Bukhari-Muslim)
Lalu, bagaimana sebenarnya ciri teman yang baik? Yang pertama, tentunya ia haruslah seorang mukmin sebagaimana sabda Rasulullah saw,
“Janganlah kamu mengambil teman kecuali yang mukmin...” (HR. At-Tirmidzi dan Abu Dawud)
Karakteristik orang mukmin adalah sebagaimana yang digambarkan oleh Allah dalam firman-Nya,
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman (mukmin) adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hatinya dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal.” (QS. Al Anfal:2)
Yang kedua, ciri teman yang baik adalah yang berakhlaq mulia. Sangat penting menilai akhlaq seorang teman, sebab tabiat manusia memiliki kecenderungan untuk meniru orang yang ada di dekatnya. Ibnu Taimiyah berkata, “Sesungguhnya manusia itu seperti sekawanan burung, selalu tertarik untuk saling meniru satu sama lainnya.”
Akhlaq yang mulia mendatangkan kecintaan Allah dan juga kasih sayang manusia. Rasulullah saw bersabda,
"Kaum mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaqnya, yang paling lapang dadanya, yang mudah bersahabat dan disahabati. Tidak ada kebaikan pada orang yang tidak bersahabat dan tidak disahabati.” (HR. Ath-Thabrani)
Pahami Hakikat Persaudaraan
Kunci utama dalam membina persahabatan adalah niat yang lurus untuk membangun ketaatan dan meninggalkan kemaksiatan kepada Allah dengan memegang aqidah dan pedoman yang haq. Jika aqidah telah merasuk ke dalam hati maka akan membawa perasaan cinta dan bersaudara karena Allah semata.
Rasulullah saw bersabda,
“Seorang lelaki mengunjungi saudaranya (seiman) di kota lain. Lalu Allah mengirim seorang malaikat untuk mengikuti perjalanannya. Tatkala bertemu dengannya malaikat itu bertanya, ‘Kemanakah engkau hendak pergi?’ Ia menjawab, ‘Aku hendak mengunjungi saudaraku di kota ini.’ Malaikat itu bertanya lagi, ‘Adakah suatu keuntungan yang engkau harapkan darinya?’ Ia menjawab, ‘Tidak ada, hanya saja aku mencintainya karena Allah.’ Maka, malaikat itu berkata, ‘Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu untuk menyampaikan bahwa Allah mencintaimu sebagaimana engkau mencintainya karena Allah.’” (HR. Bukhari-Muslim)
Tidak terbantahkan lagi bahwa kunci yang paling penting dalam pertemanan adalah menghadirkan Allah dalam landasan hubungan dan kasih sayang di antara mereka. Sebab, Allah menetapkan cinta-Nya bagi orang yang saling mencintai karena Dia.
Agar Pergaulan Tak Jadi Sesalan
Pada akhirnya, kita akan mendapati bahwa teman yang tidak baik akan membawa temannya ke dalam keburukan di dunia dan mendorong ke dalam neraka di akhirat.
Teman
yang jahat akan membawa temannya ke jurang bencana dan mengantarkannya
ke neraka jahanam. Dan di akhirat mereka akan berubah menjadi musuh yang
saling menjatuhkan.Pilih-pilih Teman
Pilih-pilih teman biasanya diidentikan dengan kesombongan. Maunya berteman dengan si anu, dan tidak mau dekat-dekat dengan si anu.
Benar, jika dalam urusan pilih-pilih teman ini kita sandarkan pada urusan dunia yang sifatnya materialistis. Misalnya, apakah kita berteman dengan seseorang karena dia kaya, cantik, punya status sosial yang tinggi, dan lain sebagainya. Tentu saja bukan karena hal-hal demikian kita diharuskan dalam memilih teman.
Islam menganjurkan agar kita hati-hati dalam memilih teman dengan tujuan agar kita tidak berteman melainkan dengan orang-orang mukmin yang shalih dan taat beragama. Sebab, tak dapat dipungkiri, teman cepat atau lambat akan memberikan pengaruh terhadap diri kita. Tabiat dan watak seseorang dapat terbentuk melalui pergaulan dan interaksi dengan lingkungan sekitar.
Rasulullah saw bersabda,
“Sesungguhnya perumpamaan teman baik dengan teman buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan pandai besi. Adapun penjual minyak wangi maka dia akan menghadiahkannya kepadamu atau kamu membeli darinya atau kamu akan mendapat aroma wanginya. Adapun pandai besi maka boleh jadi ia akan membakar tubuhmu atau pakaianmu atau engkau akan mencium bau busuk darinya.” (HR. Bukhari-Muslim)
Lalu, bagaimana sebenarnya ciri teman yang baik? Yang pertama, tentunya ia haruslah seorang mukmin sebagaimana sabda Rasulullah saw,
“Janganlah kamu mengambil teman kecuali yang mukmin...” (HR. At-Tirmidzi dan Abu Dawud)
Karakteristik orang mukmin adalah sebagaimana yang digambarkan oleh Allah dalam firman-Nya,
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman (mukmin) adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hatinya dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal.” (QS. Al Anfal:2)
Yang kedua, ciri teman yang baik adalah yang berakhlaq mulia. Sangat penting menilai akhlaq seorang teman, sebab tabiat manusia memiliki kecenderungan untuk meniru orang yang ada di dekatnya. Ibnu Taimiyah berkata, “Sesungguhnya manusia itu seperti sekawanan burung, selalu tertarik untuk saling meniru satu sama lainnya.”
Akhlaq yang mulia mendatangkan kecintaan Allah dan juga kasih sayang manusia. Rasulullah saw bersabda,
"Kaum mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaqnya, yang paling lapang dadanya, yang mudah bersahabat dan disahabati. Tidak ada kebaikan pada orang yang tidak bersahabat dan tidak disahabati.” (HR. Ath-Thabrani)
Pahami Hakikat Persaudaraan
Kunci utama dalam membina persahabatan adalah niat yang lurus untuk membangun ketaatan dan meninggalkan kemaksiatan kepada Allah dengan memegang aqidah dan pedoman yang haq. Jika aqidah telah merasuk ke dalam hati maka akan membawa perasaan cinta dan bersaudara karena Allah semata.
Rasulullah saw bersabda,
“Seorang lelaki mengunjungi saudaranya (seiman) di kota lain. Lalu Allah mengirim seorang malaikat untuk mengikuti perjalanannya. Tatkala bertemu dengannya malaikat itu bertanya, ‘Kemanakah engkau hendak pergi?’ Ia menjawab, ‘Aku hendak mengunjungi saudaraku di kota ini.’ Malaikat itu bertanya lagi, ‘Adakah suatu keuntungan yang engkau harapkan darinya?’ Ia menjawab, ‘Tidak ada, hanya saja aku mencintainya karena Allah.’ Maka, malaikat itu berkata, ‘Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu untuk menyampaikan bahwa Allah mencintaimu sebagaimana engkau mencintainya karena Allah.’” (HR. Bukhari-Muslim)
Tidak terbantahkan lagi bahwa kunci yang paling penting dalam pertemanan adalah menghadirkan Allah dalam landasan hubungan dan kasih sayang di antara mereka. Sebab, Allah menetapkan cinta-Nya bagi orang yang saling mencintai karena Dia.
Agar Pergaulan Tak Jadi Sesalan
Pada akhirnya, kita akan mendapati bahwa teman yang tidak baik akan membawa temannya ke dalam keburukan di dunia dan mendorong ke dalam neraka di akhirat.
Allah SWT berfirman,
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertaqwa.” (QS.Az Zukhruf:67)
Seorang mukmin itu ibarat cermin bagi mukmin lainnya. Ketika ia melihat sahabatnya maka seolah-olah ia melihat dirinya sendiri.
Rasulullah saw bersabda,
“Mukmin itu ibarat cermin bagi mukmin lainnya yang senantiasa mencegah saudaranya dari kebangkrutan dan senantiasa melindunginya dari marabahaya.” (HR. Abu Dawud)
Teman yang baik akan mencegah kita dari kebangkrutan. Ia memberi nasehat berharga saat kita khilaf, menjaga dan membela kehormatan kita tatkala kita tak berada di sampingnya. Menghibur kita tatkala sedih dan membantu kita saat membutuhkan pertolongan. Walalupun tak berhubungan darah, tidak ada keuntungan harta yang diperoleh, dan tidak ada ikatan duniawi. Tujuannya, hanya ridho Allah di dunia dan di akhirat. Wallahu’alam bishowwab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar