“Kerukunan (beragama – red)
 itu pencitraan saja. Doa bersama, mengucapkan selamat natal, ikut 
haleluyaan, ikut-ikut ngucap Gong Xi Fat Chai, itu omong kosong belaka. 
Yang namanya kerukunan itu bukan begitu, kerukuan itu adalah kejujuran. 
Jika tahu bahwa saya muslim, dan dilarang makan daging babi, maka jangan
 menyajikan daging babi. Bahkan, meski tidak makan daging babi, tapi 
bila menggunakan panci yang pernah dimasak daging babi, atau menggunakan
 minyak babi, maka diharamkan.”
Tentang
 toleransi beragama, KH. Sholekhan menjelaskan, toleransi pertama kali 
terjadi di Eropa pada saat pertentangan antara Katholik dengan Protestan
 pada tahun 1517 M. Atau pada saat munculnya Protestan, hingga terjadi 
perang dengan kaum Hugenot. Hugenot itu orang Protestan yang beraliran 
Anglikan di Perancis yang berperang melawan Katholik selama 30 tahun. 
Juga terjadi perang antara Spanyol melawan Belanda. Singkat cerita, 
dengan kemenangan Protestan Belanda pada waktu itu, kekejaman Katholik 
mundur selangkah, nah itu yang dikatakan Toleransi.
“Jadi toleransi itu bukan seperti sekarang ini terjadi, yang kita (orang islam dan diluar islam – red) melakukan doa bersama, natalan bersama, bukan itu yang namanya toleransi,” paparnya.
Terakhir,
 KH. Sholekhan menasehati umat islam dan tokoh masyarakat baik dari 
kalangan islam dan diluar islam serta para ulamanya untuk bersikap jujur
 terhadap dirinya sendiri dan menyampaikan kebenaran yang 
sebenar-benarnya. Dan yang paling penting adalah tidak melupakan untuk 
mempelajari sejarah dan ilmu-ilmu syariat islam, sehingga  faham apa 
yang diperintahkan dan dilarang oleh Islam. Termasuk tidak mengucapkan 
Gong Ci Fat Coi kepada kaum Tionghoa. Bermasyarakatlah, tanpa harus 
mendangkalkan akidah. [Bekti - VOA Islam]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar